Label

Senin, 26 Januari 2015

Review: Ungu Violet (The Novel)


Begitu sempitnya waktu
Begitu besarnya cinta

Kian lama kian aku rasa
Kebenaran sebuah ungkapan lama
Betapa nilai seseorang sangat terasa
Justru ketika dia tiada

Yess. Yang di atas itu kutipan puisi dari sebuah novel yang diambil dari sebuah naskah film berjudul Ungu Violet. Film ini hits banget pada jamannya dan gue baru nemu novel itu di rumah.. tepatnya di lemari bagian paling bawah. Tepatnya bagian lemari yang di isi sama buku-buku lama. Pertanyaannya adalah, ngapain gue mendadak bongkar-bongkar lemari bagian bawah tempat buku-buku lama yang disimpen ?? yah karena waktu bener-bener lengang dan i have nothing to do. Pas lagi buka lemari, liat bagian bawah rasanya tergerak buat ngobrak-abrik berharap nemu sesuatu yang bisa dijadikan bacaan di sana, karena udah lama banget hobby terpendam gue, yaitu membaca jarang banget tersalurkan, karena emang sibuk sama kuliah. Kenapa gak baca hand out atau materi-materi kuliah ? yah karena mereka gak semenarik karya sastra, seperti novel. Satu-satunya buku yang bener-bener gue baca dengan sepenuh hati adalah hand out dari mata kuliah Intro to English Literature yang di dalemnya ada beberapa karya sastra seperti cerpen dan drama, yang lain ? yah gue baca buku lainnya, karena gue merasa perlu tahu dan paham sama isinya buat dapet ilmu yang manfaat di dunia dan akhirat. 

Apa sih tujuan nge-blog hari ini ? Tujuan awal nge-blog hari ini adalah buat mereview isi dari buku yang gue baca dalam waktu sehari. Buku ini berjudul Ungu Violet, tampak depannya persis sama gambar yang ada di atas. nyahaha udahan, gausah banyak omong, langsung cuss ke review aja.

Kalin dan Lando adalah tokoh utama yang ada di dalam novel ini. Kalin yang bekerja sebagai penjaga loket busway, tanpa sengaja bertemu dengan Lando, fotografer dari sebuah perusahaan majalah yang memiliki kehidupan penuh luka. Pertemuan mereka benar-benar sesuatu yang berada di luar kepala mereka, takdir Tuhan mengatakan bahwa mereka layak bertemu sebagai penolong untuk masing-masing dengan cara yang tak disangka-sangka. Hari itu, sore menjelang malam. Setelah seharian mengitari kota metropolitan itu untuk memotret berbagai objek di sana, Lando menaiki sebuah busway yang berhenti di halte tempatnya berpijak. Dalam suasana busway yang tenang, ia melihat seorang copet yang sedang melakukan aksinya terhadap targetnya. Dalam keadaan seperti itu, Lando pun memiliki naluri untuk memotret kejadian itu dengan kamera yang berada di tangannya, akibatnya terjadi sedikit keributan antara si pencopet dan Lando. Di sudut lain dari dalam busway itu, Kalin menyaksikan kejadian itu dengan tatapan kagum yang berbinar-binar pada fotografer yang menurutnya sagat pemberani itu, Lando.
 
Sejak hari itu, Kalin berharap bisa bertemu dengan pria itu.

Lando pulang ke apartemenya dengan raut muka yang ditekuk. Dilemparnya amplop berisi beberapa cetak foto hasil dari berburu objeknya kemarin. Bukan dia tidak sadar memberikan hasil fotonya pada bos-nya di perusahaan majalah itu. Dia tahu persis bahwa yang diinginkan oleh bos-nya adalah foto dari wanita dengan wajah menawan untuk menghiasi sampul majalah yang terbit setiap minggunya, namun Lando memberikan foto yang memperlihatkan gedung-gedung tinggi dan anak-anak jalanan di Jakarta. Lando hanya ingin menangkap objek-objek yang disukainya. Sebuah realita dalam hidup. Tidak biasanya ia seperti ini, ia hanya ingin menangkap apa yang membuatnya senang, khususnya setelah ditinggalkan oleh mantan kekasihnya yang bernama Rara. Gadis itu tidak meninggalkannya semata-mata tanpa alasan. Namun karena gadis itu telah mengetahui bahwa Lando memiliki sebuah penyakit mematikan dan dia terlalu takut untuk kehilangan pria itu. Dia pun memilih untuk meninggalkan Lando. Lando mengetahuinya dari sebuah video yang ditinggalkan oleh Rara di kamar kost-nya yang disimpan dalam sebuah handycam. Lando pun melihat ke arah amplop itu dan membukanya, diperhatikan foto-foto hasil tangkapannya dan sampailah pada foto dimana ia menangkap gambar dari seorang copet yang sedang melakukan kejahatan itu, ia pun mendekatkan gambar itu dengan matanya. Menatap sesuatu dengan tatapan tajamnya, bukan, bukan gambar dari pencopet itu, melainkan foto seorang Kalin yang tidak begitu jelas, namun terihat begitu cantik. Ditengah kariernya yang hampir tumbang, ia pun bertekad untuk mencari gadis itu untuk menjadikannya objek fotonya. Untuk menyelamatkan karirnya. Demi hidupnya.

Suatu hari, Lando sedang mengantre untuk tiket busway. Petugas di dalamnya terlihat sedang menundukkan kepalanya, Lando pun tetap berkonsentrasi mencari uang di dalam kantong celananya, setelah akhirnya menemukannya, Lando memberikannya pada penjaga loket itu. Begitu juga dengan penjaga loket itu, ia memberikan tiket itu pada Lando kemudian mendongak. Mereka pun bertatapan cukup lama. Mereka bertemu, Kalin dan Lando.

Lando pun mancari cara untuk mengajak Kalin untuk melakukan tawarannya. Kalin yang awalnya menolak, akhirnya menerima tawaran Lando untuk di foto sebagai model karena suatu kebutuhan yang mendesaknya. Sejak saat itu, kehidupan keduanya pun berubah. Benih-benih cinta mulai tumbuh dari dalam diri Kalin dan Lando. Di tengah euforia perasaan mereka masing-masing, Lando pun menyadari bahwa ia tak dapat terus bersama Kalin. Tumor yang bersarang pada otak kecilnya membuatnya takut akan ditinggalkan. Sama takutnya dengan apa yang ia rasakan ketika Rara meninggalkannya saat itu. Tanpa sadar, ia pun menyakiti Kalin dengan ketakutannya itu. Mengatakan bahwa ia tak memiliki perasaan apapun pada Kalin setelah ia jelas-jelas menunjukkan rasa cintanya terhadap gadis itu. Hal itu membuat Kalin membenci dan menjauh dari Lando.

Waktu pun berlalu. Kehidupan Kalin dan Lando pun berjalan sendiri-sendiri. Kalin telah menjadi seorang supermodel dan Lando masih menjalani kehidupannya yang sama. Suatu hari, kabar duka datang. Nenek Kalin meninggal dunia dan membuat hidup Kalin sebatang kara. Setelah orang tuanya meninggal dunia karena sebuah kecelakaan mobil, Lando yang telah mematahkan hatinya dan kini Neneknya yang telah merawatnya sejak kepergian orang tuanya. Ditengah perasaan sendiri itu, Lando kembali datang dalam kehidupan Kalin dan menjelaskan pada gadis itu, mengapa ia dulu bersikap seolah tak memiliki rasa pada Kalin. Ia mengatakan pada Kalin bahwa ia mengidap penyakit kanker otak stadium tiga kemudian meninggalkan Kalin dalam diam. Kalin yang menyadari bahwa jauh di dalam lubuk hatinya ia masih sangat mencintai Lando pun bangkit dan berlari mengejar Lando. Dipanggilnya Lando yang berada di seberang jalan. Mereka pun salin tersenyum. Kalin berlari ke arah Lando, namun naas karena sebelum ia sempat jatuh ke dalam pelukan Lando, gadis itu tertabrak mobil yang membuatnya kehilangan kemampuan untuk melihat. Ia buta. Selama itu Lando setia menemani Kalin di rumah sakit tempatnya di rawat sembari menunggu datangnya donor mata untuk Kalin. Kalin selalu menyadari kehadiran Lando setiap pagi karena Lando selalu datang dengan membawa bunga Iris. Wanginya selalu mengingatkan dirinya akan Lando. Namun pada suatu hari, tak ada lagi bau bunga iris di ruangan itu. Lando tak lagi datang. Sudah lebih dari seminggu. Kalin sangat khawatir namun tak dapat melakukan apa-apa selain berpikir positif. Beberapa hari kemudian, kabar baik datang dari suster yang merawatnya. Donor mata untuknya telah tersedia. Setelah melakukan operasi untuk pencangkokan mata, Kalin bisa melihat kembali. Namun saat ia membuka matanya, ia tidak melihat Lando di sekitarnya.

Kalin berjalan menuju kerumunan di daerah pemakaman itu. Ia menghadiri acara pemakaman dari seorang gadis Tiongkok yang sudah dengan baik hati mau mendonorkan matanya pada Kalin. Ia memeluk seorang ibu setengah baya sambil membisikkan kata terima kasih. Setelah itu, ia pergi ke apartemen Lando untuk membersihkan beberapa bagian dari apartemen itu. Kemudian ia segera beranjak untuk kembali ke rumah sakit. Pria itu, Lando. Kalin harus merawat Lando sebagaimana pria itu menemani Kalin di saat ia tak dapat melihat.

fyuhh. selesai !!!

Kesan pas lagi baca novel ini tuh kaya yang... what de hell Landonya masih hidup, jadi gue nangisin apa ?! iya. novelnya bikin nangis. yang di bagian pemakaman itu kirain Lando yang meninggal dan ngedonorin matanya buat Kalin. Tapi ternyata itu pemakaman gadis tiongkok yang ngefans Kalin dan ingin mendonorkan matanya karena dia tahu dia sudah mau meninggal karena penyakitnya. Jadi Lando masih hidup. KZL. Bukan kesel karena lando masih hidup, tapi kesel sama endingnya. itu tuh ngegantung banget. bahagiaya di Kalin yang akhirnya bisa liat lagi. tapi bagi Lando ? ga jelas. Harusnya endingnya tuh yang greget. Ending greget yang gimana ?? coba kalo misal Kalin bisa liat dari mata yang didonorin sama Lando. Jadi setidaknya ada bagian tubuh Lando yang masih terus bersama Kalin, walaupun tragis sebenernya kalo Kalin bisa liat tapi gabisa lagi liat lando. but hello.. kau melihat dengan mata Lando saat ini. dan kalo ga gitu ya si Kalin bisa liat karena donor mata dari gadis Tingkok dan Lando dapet keajaiban.. kankernya sembuh gitu yah meskipun itu mustahil hahahaha. Tapi di sini endingnya Kalin bisa kembali melihat dan Lando masih hidup tapi dirawat di rumah sakit. Abis itu tamat. Artinya lando bisa meninggal kapan aja kan ?? KZL pokoknya. dahhh

kenapa jadi emosi sendiri ?? -__-
tau ah 
bhayy

2 komentar:

  1. Thank for your review. Now I understand the ending. So, Lando still alive!

    BalasHapus
    Balasan
    1. your welcome! glad to know that this review can help you :))

      Hapus